![]() |
Tim Pemenangan Ombus memberikan keterangan kepada wartawan saat melaporkan kecurangan Pilkada ke Panwaslih setempat, Sabtu 30 November 2024. Foto : Aprijal |
Suaradiksi.com. Aceh Utara – Relawan Rumah Kita Bersama (RKB) Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh nomor urut 01 Bustami Hamzah (Om Bus) - Muhammad Fadhil Rahmi (Sych Fadhil) secara resmi melaporkan dugaan pelanggaran Pilkada ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Aceh Utara.
Dalam laporannya, tim relawan menuntut agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah, setelah ditemukan adanya intimidasi terhadap pemilih yang diduga melibatkan oknum-oknum dengan gaya premanisme.
Ketua Relawan Rumah Kita Bersama (RKB) F Rozi mengungkapkan bahwa intimidasi tersebut terjadi saat pemilihan, dimana sejumlah warga dan pendukungnya merasa terancam dan dipaksa memilih calon tertentu. "Kami mendapat banyak laporan dari masyarakat dan saksi kami yang merasa tertekan dan bahkan diancam dengan aksi kekerasan untuk memilih pasangan calon tertentu. Tindakan ini jelas merusak integritas demokrasi," ujar Rozi usai menyerahkan laporan kepada Panwaslih di Aceh Utara, Sabtu 30 November 2024.
Rozi menegaskan bahwa pelaku intimidasi menggunakan taktik premanisme untuk menekan pilihan masyarakat. Ia menyatakan keprihatinannya karena masih ada oknum yang berusaha memanfaatkan kekerasan dan ancaman untuk mempengaruhi hasil Pilkada.
"Ada beberapa saksi kami dari Paslon 01 yang diintimidasi seperti diteror dan dipukul. Kejadian tersebut terjadi di beberapa kecamatan, salah satunya di Kecamatan Syamtalira Aron seperti yang telah beredar di YouTube dan video lainnya," tambahnya.
Dalam laporannya, Rozi meminta agar Panwaslih sebagai badan adhoc yang merupakan legal standing nya Pilkada segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut, dengan melakukan penyelidikan dan memeriksa bukti-bukti yang ada. Ia juga meminta agar PSU dilaksanakan di daerah yang terindikasi terjadi intimidasi.
Sementara itu, Ketua Tim Pemenangan Ombus, Kautsar M Yus menyatakan bahwa pelanggaran yang terjadi di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Namun, laporan mereka terkendala karena tidak diberikan Formulir Model C2-KWK atau Formulir Keberatan KPPS.
Dikatakannya, pelanggaran yang dilaporkan tersebut langsung diadukan ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat kecamatan. Namun, laporan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena saksi tidak memiliki Formulir Keberatan (FOM) yang seharusnya disediakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS.
“Kami sudah melaporkan persoalan ini ke tingkat kecamatan, tetapi mereka mengatakan tidak ada FOM di tingkat kecamatan. Akibatnya, kami tidak bisa memprotes lebih lanjut mengenai pelanggaran yang terjadi,” ujar Kautsar.
Atas dasar tersebut, kata Kautsar pihaknya membawa kasus ini ke tingkat Panwaslih Aceh Utara dan berharap agar dugaan pelanggaran ini dapat diusut tuntas.
"Panwaslih diharapkan segera menanggapi laporan ini dengan melakukan investigasi mendalam, termasuk memanggil KPPS dan PPS yang bertugas di TPS terkait. Jika terbukti ada pelanggaran TSM, hasil Pilkada di TPS tersebut dapat dianulir atau dilakukan pemungutan suara ulang,"tutup Kautsar. | Aprijal, Kontributor Aceh Utara