![]() |
Tangkapan layar saat Satpol PP dan WH Kota Lhokseumawe menangkap tiga terduga pelaku prostitusi, Jumat 10 Januari 2024. |
Suaradiksi.com. Lhokseumawe – Di tengah upaya mempertahankan identitas sebagai negeri ber syariat Islam, Kota Lhokseumawe kembali dihadapkan pada kasus yang menguji integritas masyarakatnya.
Sebuah penggerebekan oleh Satpol PP WH Lhokseumawe di eks Gedung Cunda Plaza berhasil mengungkap dugaan praktik prostitusi yang mencoreng nilai-nilai syariat Islam.
Penggerebekan dilakukan pada Jumat, 10 Januari 2024, setelah laporan masyarakat mencurigai aktivitas mencurigakan di salah satu ruangan gedung tersebut. Saat petugas tiba, mereka mendapati ruangan dalam kondisi terkunci rapat. Dengan menggunakan alat, petugas mendobrak pintu dan menemukan tiga orang yang diduga terlibat dalam praktik prostitusi, termasuk satu pasangan dan seorang mucikari.
Identitas ketiga pelaku yang diamankan adalah HS (29), seorang sopir langsir asal Panton Labu, Aceh Utara, NA (20), seorang barista asal Perlak, Aceh Timur, dan PH (23), seorang perempuan asal Keude Aceh. Selain itu, sejumlah barang bukti turut disita, termasuk satu unit sepeda motor Mio 125 warna merah, dua ponsel Android, satu ponsel lipat, tas perempuan berisi alat campuran, uang tunai Rp400.000, bungkusan kondom dan struk pembelian.
Kasatpol PP WH Lhokseumawe, Heri Maulana, menyatakan bahwa tindakan ini merupakan respons cepat atas keluhan masyarakat. “Kami tidak ingin aktivitas seperti ini terus berlangsung di kota yang menerapkan syariat Islam. Penggerebekan ini adalah bukti bahwa kami serius menjaga keberlangsungan nilai-nilai agama di Lhokseumawe,” tegasnya.
Setelah diamankan, ketiga pelaku langsung dibawa ke Mako Satpol PP WH dan Linmas Kota Lhokseumawe untuk menghindari potensi amukan massa. Penanganan lebih lanjut juga dilakukan untuk mengungkap jaringan atau kemungkinan pelanggaran lain di lokasi tersebut.
Langkah ini diambil bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk menjaga kehormatan dan keamanan kota. “Kami ingin masyarakat merasa aman dan nyaman tanpa adanya praktik yang melanggar norma agama dan budaya,” lanjut Heri.
Berita penggerebekan ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Lhokseumawe. Banyak yang mengapresiasi langkah cepat Satpol PP WH dan berharap agar pengawasan terhadap tempat-tempat rawan pelanggaran syariat diperketat.
“Sangat mengecewakan jika praktik seperti ini terjadi di kota kami yang dikenal menjunjung tinggi syariat Islam. Kami mendukung penuh tindakan tegas pemerintah,” ujar Rizal, seorang warga setempat.
Ke depan, masyarakat berharap pemerintah tidak hanya bertindak setelah adanya laporan, tetapi juga proaktif dalam mencegah terjadinya pelanggaran serupa. Edukasi dan penegakan hukum yang konsisten diyakini dapat memperkuat nilai-nilai agama di tengah perubahan zaman.
Sebagai salah satu wilayah yang menjadi simbol penerapan syariat Islam di Indonesia, Aceh memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga moralitas dan identitasnya. Kasus ini menjadi pengingat bahwa tantangan dalam menegakkan syariat masih ada, namun dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, cita-cita untuk menciptakan lingkungan yang selaras dengan nilai-nilai Islam tetap dapat diwujudkan.
Dengan tindakan tegas ini, pemerintah berharap kasus serupa tidak akan terulang, sekaligus menguatkan komitmen kota untuk menjadi contoh keberhasilan penerapan syariat Islam di tengah modernisasi.
Sumber: IG Newsrbaceh