Iklan

Sanksi, Kekhawatiran, dan Harapan dari Kasus Penembakan Hasfiani

Redaksi
19 Maret 2025
Last Updated 2025-03-19T05:35:16Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
Dr. Jummaidi Saputra, S.H., M.H., CPM


Suaradiksi.com - Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh sebuah insiden penembakan yang merenggut nyawa Almarhum Hasfiani alias Imam, seorang agen atau sales mobil. Motif awal yang berkembang mengarah pada perampokan atau penggelapan, bahkan kemungkinan untuk menguasai kendaraan yang bukan haknya. Berdasarkan informasi dari pemberitaan media, penembakan ini dilakukan oleh oknum anggota TNI AL.


Pada kesempatan ini, saya ingin memberikan pandangan hukum terkait penerapan hukum terhadap oknum anggota TNI AL yang terlibat dalam penembakan tersebut. Pelaku, dalam hal ini adalah anggota TNI, dan berdasarkan Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, disebutkan bahwa "Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah prajurit."


Oleh karena itu, oknum anggota TNI AL yang terlibat dalam penembakan ini akan diadili oleh Pengadilan Militer, dengan persidangan pertama dilakukan di Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh.


Melihat dari perspektif hukum pidana, tindakan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI AL dapat dikategorikan sebagai perampokan disertai pembunuhan. Dalam hal ini, Pasal 339 dan Pasal 340 KUHP bisa diterapkan. Pasal 339 KUHP mengatur tentang pembunuhan yang disertai atau diikuti perbuatan pidana lain, yang dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.


Sedangkan Pasal 340 KUHP mengatur pembunuhan berencana, dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup. Berdasarkan pemberitaan yang ada, komunikasi antara pelaku dan korban terkait jual beli mobil serta uji coba (test drive) yang dilakukan menunjukkan adanya unsur perencanaan, apalagi dengan keberadaan senjata api yang digunakan untuk membunuh korban.


Sanksi terhadap anggota TNI AL ini mengacu pada KUHP, karena tindak pidana yang dilakukan tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), yang sesuai dengan Pasal 2 KUHPM. Hal ini menunjukkan bahwa hukum pidana umum tetap berlaku untuk tindak pidana yang tidak diatur dalam hukum militer.


Kekhawatiran Masyarakat

Tentu saja, insiden ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat terkait independensi pengadilan militer dalam menangani kasus ini, mengingat pelaku adalah anggota TNI. Apakah pengadilan militer dapat menjalankan proses hukum dengan objektivitas, sesuai dengan prinsip keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum?


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer memang memberikan kewenangan kepada pengadilan militer untuk mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI. Namun, ketentuan dalam Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang tentang TNI memberikan harapan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh prajurit akan tunduk pada peradilan umum. Hal ini membuka wacana mengenai kesetaraan hukum di hadapan peradilan, yang diharapkan masyarakat dapat menjamin keadilan dan menghindari ketidakadilan.


Ketentuan tersebut juga sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menegaskan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Artinya, tidak ada perbedaan perlakuan hukum antara anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum dan warga sipil lainnya.


Membuka Luka Lama

Insiden penembakan ini juga telah membuka luka lama, terutama bagi masyarakat Aceh yang telah lama mengalami konflik. Sejak perdamaian tercapai di Aceh hampir dua dekade lalu, masyarakat Aceh telah berharap bahwa peristiwa-peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat negara tidak akan terulang lagi.


Namun, penembakan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI AL terhadap seorang warga sipil seperti Hasfiani, mengingatkan kita pada masa-masa kelam konflik sebelumnya, yang memunculkan trauma mendalam bagi banyak keluarga korban.


Peristiwa ini seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah, TNI, dan Polri untuk menjaga perdamaian yang telah lama diperjuangkan di Aceh. Tidak hanya itu, setiap anggota TNI yang bertugas di Aceh harus memiliki komitmen untuk menjaga keamanan dan mencegah timbulnya ketegangan baru di tengah masyarakat yang sudah lama berusaha menyembuhkan luka-luka akibat konflik.


Harapan Masyarakat

Masyarakat berharap agar proses peradilan terhadap kasus ini berjalan dengan transparansi dan keadilan, tanpa ada campur tangan yang merugikan pihak manapun. Pelaku, sebagai anggota TNI, yang seharusnya melindungi rakyat, harus dihukum dengan tegas jika terbukti bersalah.


Harapan ini semakin besar mengingat peristiwa ini terjadi menjelang bulan Ramadan, di mana banyak anak-anak yang kehilangan orang tua mereka, seperti anak dari almarhum Hasfiani yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perlindungan dari sang ayah.


Selain itu, harapan masyarakat juga tertuju pada institusi TNI untuk memberikan perhatian lebih terhadap korban keluarga almarhum, seperti memberikan santunan atau kompensasi, bahkan beasiswa bagi anak korban yang kehilangan orang tua. Kompensasi ini akan membantu meringankan beban mereka dan turut membangun kembali citra positif TNI di mata masyarakat.


Ke depan, penting bagi institusi TNI untuk lebih fokus pada pembinaan anggotanya, termasuk dalam pengawasan penggunaan senjata api, serta memperkuat mekanisme pengendalian disiplin agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.


Kesimpulan

Kasus penembakan Hasfiani oleh oknum anggota TNI AL menimbulkan pertanyaan besar mengenai independensi pengadilan militer dan keadilan bagi korban. Masyarakat mengharapkan agar proses peradilan berjalan dengan objektif dan terbuka, serta memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku.


Tidak hanya itu, perhatian kepada keluarga korban, khususnya anak yang ditinggalkan, menjadi hal penting untuk menunjukkan empati dan tanggung jawab sosial dari institusi TNI. Perdamaian Aceh harus tetap dijaga agar tidak terulang lagi masa kelam yang pernah terjadi.


Penulis:  

Dr. Jummaidi Saputra, S.H., M.H., CPM  

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Abulyatama

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl